Menanti Vonis Banding Kasus Polisi Ektsasi Mojokerto yang Dihukum 2 Tahun

Perkara pidana yang menjerat Bripka Ribut Aji Nugroho (35) memasuki babak baru setelah jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Pasalnya, hukuman yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto kepadaoknum polisi itu dinilai terlalu ringan.

Kasipidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Ivan Yoko mengatakan, permohonan banding untuk Bripka Ribut, anggota Polsek Jetis, Polres Mojokerto Kota ia ajukan ke PT Surabaya melalui PN Mojokerto pada 25 April 2022.

Banding juga diajukan terhadap vonis tiga terdakwa lainnya yang masuk satu rangkaian perkara narkotika Bripka Ribut. Yaitu teman perempuan Bripka Ribut, Putri Mariyanti (28), warga Kelurahan Gunungsari, Dukuh Pakis, Surabaya, Prisma Anggita Sari (26), warga Kelurahan Putat Jaya, Sawahan, Surabaya, serta Yepi Susanto (35), warga Desa Jalmak, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan.

“Kami keberatan atas putusan majelis hakim yang memutus terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana menjual narkotika yakni pasal 114 ayat (1) dalam undang-undang minimal dipidana 5 tahun, tapi majelis hakim memutus 2 tahun penjara,” kata Ivan kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Rabu (25/5/2022).

Jaksa penuntut umum (JPU), Afifah Ratna Ningrum menuntut Bripka Ribut dan kawan-kawan dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karena oknum polisi itu terbukti melakukan tindak pidana pasal 114 ayat (1) juncto pasal 132 ayat (1) UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Namun, majelis hakim PN Mojokerto yang mengadili perkara tersebut, yakni Ketua Majelis Hakim Sunoto, serta hakim anggota Pandu Dewanto dan Lukmanul Hakim memvonis Bripka Ribut dan kawan-kawan 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan pada 20 April 2022.

Menurut hakim, Bripka Ribut dan 3 temannya memang terbukti melakukan tindak pidana pasal 114 ayat (1), yakni membeli narkotika jenis sabu dan ekstasi. Hukuman minimal yang diatur pasal ini adalah 5 tahun penjara. Hanya saja, narkotika yang mereka beli untuk dikonsumsi sendiri, bukan untuk dijual atau diedarkan.

Sehingga hakim menilai keempat terdakwa terbukti sebagai penyalahguna narkotika. Seharusnya JPU mendakwa mereka dengan pasal 127 UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal ini mengatur hukuman bagi penyalahguna narkotika golongan I maksimal 4 tahun penjara.

“Kalau para terdakwa dinilai melanggar pasal 127 sebagai pengguna narkotika, harus membuktikan beberapa hal. Misalnya tes urine positif dan ada asesmen dari BNN. Tes urine ada, Putri negatif, Ribut positif tapi bukan ekstasi tapi amfetamin atau ganja, Prisma dan Yepi positif sabu. Kalau semua terdakwa (pengedar dan bandar) ditangkap dengan barang bukti narkoba, saat di persidangan mereka mengaku sebagai pengguna, maka semua akan dihukum di bawah pidana minimal,” jelas Ivan.

Ivan mengaku tidak menyertakan bukti baru dalam memori banding terhadap vonis Bripka Ribut dan kawan-kawan. Pihaknya hanya kembali menjabarkan bukti-bukti yang diabaikan majelis hakim dalam persidangan di PN Mojokerto. Salah satunya bukti percakapan WhatsApp antara Bripka Ribut, Putri, Prisma dan Yepi.

“Bukti percakapan WA di ponsel keempat terdakwa menunjukkan yang membeli ekstasi adalah Ribut dan Putri. Sedangkan Prisma dan Yepi sebagai perantara penjualan. Perbuatan mereka memenuhi unsur pasal 114 ayat (1). Dalam putusannya, hakim sudah sepakat dan membenarkan apa yang dibuktikan JPU bahwa terdakwa membeli dan menjual sesuai pasal 114 ayat (1). Akan tetapi hukuman yang diberikan di bawah pidana minimal,” ungkapnya.

Bukti transfer, lanjut Ivan, juga dicantumkan dalam memori banding terhadap vonis Bripka Ribut dan kawan-kawan. Menurutnya, untuk membeli 15 butir ekstasi, Putri mentransfer uang Rp 4,9 juta kepada Bripka Ribut. Karena harga ekstasi Rp 325 ribu per butir. Selanjutnya, Bripka Ribut mengirim uang itu kepada Prisma pada 9 Oktober 2021 sekitar pukul 18.00 WIB.

Malam itu juga Prisma dan Yepi membeli 15 butir ekstasi di Surabaya. Mereka menyerahkan narkotika golongan I itu kepada Bripka Ribut dan Putri di tempat parkir RS Gatoel, Kota Mojokerto sekitar pukul 19.00 WIB. Prisma dan Yepi mendapatkan bonus dari penjual ekstasi beripa 0,3 gram sabu. Mereka akan menggunakan kedua jenis narkotika itu untuk merayakan ulang tahun Putri di sebuah vila di Desa Padusan, Pacet, Mojokerto.

“Bukti kedua ada transfer dari Putri ke Ribut, kemudian dari Ribut ke Prisma untuk memesan 15 butir ekstasi. Juga kami bedah jumlah ekstasi 15 butir itu beratnya 4,9 gram dibagi berempat bukan lagi tergolong pemakai. Karena digolongkan sebagai pemakai 1,6 gram atau 2-3 butir per orang,” jelasnya.

Bripka Ribut dan kawan-kawan diringkus Satreskoba Polres Mojokerto Kota di vila Desa Padusan pada 10 Oktober 2021 sekitar pukul 02.00 WIB. Polisi menyita barang bukti dari Bripka Ribut dan Putri berupa 2 ponsel dan 15 butir ekstasi. Dari Yepi, polisi menyita satu plastik klip berisi sabu dengan berat kotor 0,9 gram, satu pipet kaca berisi sabu dengan berat kotor 1,26 gram, alat hisap sabu, serta 1 ponsel. Sedangkan dari Prisma hanya 1 ponsel.

Banding terhadap vonis Bripka Ribut dan kawan-kawan, kata Ivan, saat ini pada tahap pemeriksaan oleh hakim PT Surabaya. Pihaknya telah menerima surat penetapan perpanjangan penahanan keempat terdakwa dari PT Surabaya pada 23 Mei 2022.

“Penahanan terdakwa Ribut dan kawan-kawan diperpanjang sampai 23 Juli 2022 di Lapas Mojokerto. Namun, Ribut ditahan di Polsek Magersari (Polres Mojokerto Kota). Karena ini diskresi kami bersama pihak lapas khusus Ribut sangat rawan apabila ditahan di lapas,” tegasnya.

Sama dengan perkara Bripka Ribut, tambah Ivan, pihaknya juga menanti putusan banding dari PT Surabaya untuk Bripda Randy. “Putusan dari PT belum ada, sekarang proses banding. Mungkin memori banding JPU masih diperiksa hakim PT,” tandasnya.(ti/sam)

Support by : PT Media Cakrawala FM

Baca juga :