Pemkot Mojokerto menggeber pembangunan sentra perdagangan dengan membangun pasar rakyat hingga rest area. Namun, proyek yang sudah berdiri dengan dana miliaran rupiah itu sepertinya masih kembang kempis untuk menghidupkan aktivitas perekonomian.
Bahkan, terdapat puluhan tempat berdagang yang lowong. Selain kosong karena belum terisi pedagang, juga dikarenakan ditinggal penjual yang sebelumnya diberikan hak menempati sebelumnya.
Seperti terjadi di Pasar Rakyat Ketidur, Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajurit Kulon. Sejak di-soft launching April lalu, pasar dengan kapasitas 104 los dan 11 kios ini perlahan mulai ditinggal pedagang. Akibatnya, beberapa lapak diambil alih Pemkot Mojokerto. ”Kita menerapkan jika ada yang 14 hari bertutut-turut tidak jualan akan kita tarik. Tapi tetap ada juga yang ajeg jualan tiap hari di Pasar Ketidur,” terang Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopukmperindag) Kota Mojokerto Ani Wijaya.
Dikatakan Ani, hingga saat ini sudah ada puluhan pedagang yang dicabut haknya untuk menempati los maupun kios di Pasar Rakyat Ketidur. Langkah itu dilakukan karena pedagang kedapatan dua pekan berturut-turut tidak melakukan aktivitas perdagangan. ”Sekarang masih 90an yang masih aktif. Dalam 14 hari, mereka masih berjualan,” tuturnya.
Diakui Ani, pengoperasian Pasar Rakyat Ketidur memang belum bisa dioptimalkan. Mengingat, pasar prototype tipe D yang dibangun dari dana Tugas Pembantuan (TP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) senilai Rp 3 miliar tahun 2021 itu belum dilengkapi dengan sarana pendukung berupa landscape.
Rencananya, penambahan fasilitas berupa paving akan diusulkan dalam perubahan APBD 2022 ini. ”Tahun ini kita upayakan tetap hidup. Nanti tahun depan akan kita geber lagi,” tandas mantan Kabag Umum Setdakot Mojokerto ini.
Rencananya, pengisian los dan kios yang kosong bakal dilakukan dengan melakukan relokasi para pedagang di pasar tradisional yang belum memiliki lapak resmi. Namun, langkah itu baru dilaksanakan setelah payung hukum penataan pedagang kaki lima (PKL) diterbitkan. ”Kalau payung hukum sudah selesai, saya upayakan untuk mulai relokasi pedagang,” tandasnya.
Relokasi pedagang juga akan disebar di Pasar Rakyat Prapanca yang kondisinya juga tak jauh berbeda. Sejak diresmikan sejak 30 April 2020, pasar yang juga dibangun dari dana TP Kemendag Rp 3 miliar ini juga masih menyisakan sejumlah los dan kios yang kosong. ”Termasuk Pasar Kranggan nanti juga kita optimalkan dengan relokasi,” tuturnya.
Sementara itu, kekosongan kios juga dialami di Rest Area Gunung Gedangan yang resmi dibuka 20 Juni 2021 lalu. Sentra kuliner dan perdagangan dengan 53 stan ini belum sepenuhnya dimanfaatkan pedagang. Disperindag mencatat, terdapat 22 pedagang yang masih aktif membuka usaha di rest area yang terletak di Jalan Kedungsari ini.
Ani menyebut, 31 stan yang belum berpenghuni telah dibuka bagi warga yang berminat. Bahkan, untuk menarik minat, diskoperindag membebaskan beban sewa hingga akhir tahun ini. ”Sekarang sudah mulai banyak yang mendaftar baik warga dalam kota maupun luar kota,” pungkasnya.
Perlu diketahui, Rest Area Gunung Gedangan dibangun di lahan seluas 6.800 meter persegi, pada 2019. Realisasi pembangunan tahap I menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 1,4 miliar. Sementara, pembangunan tahap II menggunakan APBD Kota Mojokerto 2020 senilai Rp 2,7 miliar yang menyasar pembangunan foodcourt terbuka, taman dan tempat parkir. (Tim/Sam)