Buruh Pabrik Bawa 10 Ribu Pil Koplo , Ini Kata Hakim PN Mojokerto

Ibnu Al Chafib alias Apit tidak mengira dia akan dipenjara karena ajakan kawan lamanya, Mukson Habib Abdullah alias Kabib..

Pasalnya, kurir narkoba yang berasal dari Nganjuk harus berurusan dengan undang-undang karena terlibat dalam kasus narkoba. Sementara Mukson, teman masa kecilnya, masih bebas berkeliaran saat ini

Apit menjalani sidang agenda pembuktian secara daring di PN Mojokerto, Selasa (5/9). Di hadapan ketua majelis hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja, buruh pabrik  di Nganjuk ini menjabarkan kronologi ia ditangkap.

Dia ditangkap di depan dua saksi dari Satresnarkoba Polres Mojokerto yaitu Eko Budi Santoso dan Mohamad Riski F

Di persidangan, Apit tidak hanya memiliki kesempatan untuk mendengarkan keterangan para saksi, tetapi juga memiliki kesempatan untuk menjelaskan alasan penangkapannya pada 1 Mei sebelumnya.

Apit menuturkan, aksi tersebut berawal saat ia dijemput Mukson di rumahnya yang mengendarai mobil Ayla warna merah. Dia dibujuk untuk membantu mengambil barang haram di wilayah Mlirip, Kabupaten Mojokerto.

”Awalnya saya menolak tapi karena dia memaksa terus akhirnya berangkat. Sudah kenal lama dengan Mukson, teman kecil saya. Tapi sudah lama nggak ketemu, dia pindah (ke Surabaya),” jelas terdakwa di persidangan.

Ajakan Mukson membuatnya berangkat ke Mojokerto. Sekitar pukul 23.00 keduanya tiba di Jalan Raya Desa Mlirip untuk mengambil ranjauan narkoba di samping salah satu warung yang sedang tutup.

Duduk di kursi penumpang, Apit turun mengambil satu kardus berisi 10 ribu butir pil koplo yang dikemas menjadi 10 paket. Saat mengambil ranjauan itu ia langsung dicokok petugas.

”Mukson nggak mau turun karena dia nyetir. Tahu saya ditangkap, dia langsung kabur. Saya tidak tahu barang ini dari mana, punya Mukson semua,” kata Apit.

Rupanya, itu bukan kali pertama Apit jadi kurir narkoba. Sehari sebelum ditangkap, ia membantu Mukson mengambil ranjuan 5 gram sabu-sabu di wilayah Tulangan, Kabupaten Sidoarjo.

Namun, lagi-lagi ia tak tahu menahu kepemilikan barang haram tersebut. ”Untuk ambil sabu itu (upah) saya dibelikan makan sama dikasih sabu-sabu. Kalau yang di Mojokerto ini dikasih makan saja sama Mukson,” ucapnya lirih.

Di hadapan majelis hakim, para saksi mengaku sedang mengejar Mukson yang dikenal sebagai bandar peredaran narkoba lintas daerah.

”Sudah kami kejar ke Nganjuk, terakhir pelarian di Surabaya,” kata Eko di persidangan. Namun Mukson masih belum tertangkap hingga kini dan statusnya menjadi DPO.

”Hampir sama semua kasus  double L atau sabu, selalu yang besar itu jadi DPO. Lalu entah itu hilang sendirinya atau gimana.Tolong lah yang diungkap yang punya barang seperti Mukson ini. Jangan yang cuma sekadar dikasih makan atau nyoba sabu begini,” imbuh ketua majelis hakim sekaligus ketua PN Mojokerto, Ida Ayu Adriyanthi Astuti Widja, menimpali kesaksian Eko.

Meski rela terlibat bukan karena uang, Apit didakwa Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dia terancam hukuman maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Pekan depan Apit menjalani sidang agenda tuntutan.

”Keterlibatan terdakwa sudah jelas, apalagi sudah dua kali. Oleh karena itu terdakwa kami kenakan undang-undang kesehatan,” pungkas jaksa penuntut umum Alaix Bikhukmil Hakim. (rdm/mjf/ram)

sumber : radarmojokerto

Support by : PT Media Cakrawala FM

Baca juga :