“Kuriana, mertua dari pelapor, melakukan penganiayaan kepada korban karena merasa dipermainkan pada hari pernikahan tersebut, yang mana pada saat itu ada empat kali penundaan akad nikah karena pengantin laki-laki tidak hadir sesuai waktu yang disepakati dan begitu juga petugas KUA empat kali bolak-balik karena pengantin laki-laki tidak datang,” kata Kasi Humas Polres Bima Kota Iptu Jufri, Selasa (28/9/2021).
Ketika prosesi akad nikah berlangsung, antara pengantin pria Armanul Hakim dan mertua Kuriana duduk berhadapan. Di samping mereka, ada petugas KUA dan saksi-saksi dari kedua belah pihak.
Di tengah prosesi, terlihat melafazkan kalimat syahadat tanda upacara sakral dimulai. Namun, di pengujung kalimat itu, Kuriana mengucapkan kata ‘bote’, yang berarti monyet dalam bahasa Bima.
“Sebelum penganiayaan berlangsung tiba-tiba keluarga dari korban melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar oleh terlapor, sehingga saat terlapor mengucapkan lafadz kalimat syahadat di akhir kalimat langsung mengucapkan kata-kata ‘bote’, artinya monyet. Akhirnya saat itu suasana menjadi ricuh. Selanjutnya, terlapor bangun dari duduknya. Karena emosi, lalu menendang ke arah kepala Armanul Hakim,” ulas Jufri.
Setelah kejadian itu, pengantin pria langsung dibawa dan diamankan di rumah ketua RT setempat. Tak lama kemudian, datang petugas SPKT Polsek Rasanae Timur dan kasus tersebut dilaporkan oleh pengantin pria ke pihak kepolisian.
“Kemarin pengantin pria sudah melaporkan dugaan penganiayaan di Polsek Rasanae Timur,” kata Iptu Jufri.
Polisi telah memeriksa sejumlah saksi termasuk pengantin pria yang menjadi pelapor. Kini kasus tersebut masih diselidiki polisi.
Meski telah dilaporkan, polisi akan mengupayakan prosesi damai antar-kedua belah pihak. Pasalnya, seusai kejadian itu, pernikahan sempat ditunda namun dilanjutkan pernikahan via telepon.
“Setelah kejadian itu kan mereka (mempelai pria dan wanita) tetap nikah, nikahnya jadi tapi via telepon,” ujar Iptu Jufri.(tim/Sam)