Malang – Mantan Kades Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang ditahan polisi. Ia diduga korupsi Dana Desa (DD) atau Anggaran Dana Desa (ADD) periode 2017-2018.
Mantan kades itu berinisial GS (38). Kapolres Malang AKBP Hendri Umar menyatakan, tersangka telah menyalahgunakan wewenang selaku penanggung jawab keuangan desa. Yakni dengan cara mengelola secara langsung keuangan desa, yang bersumber dari dana ADD dan DD tahun 2017 sampai 2018, tanpa disetorkan dan disalurkan kepada pelaksana kegiatan.
“Sebagaimana RAB (Rencana Anggaran Biaya) ADD dan DD. Tetapi, setelah diambil dan dicairkan dari Bank Jatim uang langsung diminta dan dikelola sendiri oleh tersangka, dibuktikan dengan adanya sejumlah kuitansi penerimaan uang ADD dan DD dari bendahara desa kepada tersangka,” beber Hendri Umar dalam konferensi pers di Mapolres, Jalan Ahmad Yani, Kepanjen, Selasa (22/9/2020).
Perbuatan tersangka akhirnya terbongkar setelah Inspektorat Pemkab Malang menggelar audit penggunaan DD dan ADD Desa Slamparejo. Penyelidikan kemudian dilakukan bersama Polres Malang untuk mengungkap adanya penyalahgunaan dana desa tersebut.
Hendri Umar merinci, total ADD yang dikorupsi oleh tersangka pada tahun 2017 mencapai Rp 488 juta lebih, dan DD senilai Rp 829 lebih. Sedangkan pada tahun 2018 total ADD yang disalahgunakan senilai Rp 492 lebih dan DD mencapai Rp 875 lebih.
Berdasarkan audit bersama Inspektorat Kabupaten Malang, kerugian negara yang diakibatkan dari korupsi yang dilakukan GS mencapai Rp 609.342.160.
“Barang bukti yang kita amankan di antaranya 78 lembar kwitansi penerimaan uang tahun 2017, 49 lembar kwitansi penerimaan uang tahun 2018, 14 bendel laporan pertanggungjawaban ADD dan DD tahun 2017, 23 bendel LPJ ADD dan DD tahun 2018, serta 2 buah buku rekening kas desa,” terang Hendri.
Tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 sub Pasal 3 sub Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Dan denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak 1 miliar,” pungkas Hendri.
Sumber: detik.com (naskah berita asli)