Jombang – Siswa SDN Sumberaji 2, Kecamatan Kabuh susah sinyal internet dalam belajar daring. Sebagian siswa belajar di makam agar mendapat sinyal internet.
Belajar daring di tempat pemakaman umum Dusun Ngapus, Desa Sumberaji sudah menjadi rutinitas sejumlah siswa SDN Sumberaji 2, sejak sekitar 4 bulan yang lalu. Atau sejak virus Corona mewabah, sehingga sekolah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
Seperti yang dilakukan Salsa Nur Azizah, warga Dusun Ngapus, yang kini duduk di bangku kelas 6 SDN Sumberaji 2. Bersama lima teman satu kampungnya, setiap pagi dia harus berjalan kaki menuju makam Dusun Ngapus. Jaraknya sekitar 300 meter dari tempat tinggal mereka.
Makam Dusun Ngapus terletak di bukit yang lumayan tinggi. Sehingga sinyal internet masih bisa terjangkau. Namun, jalan menuju ke lokasi berupa tanah dan batu yang lumayan terjal.
Sebenarnya jalan menuju ke makam Dusun Ngapus masih bisa diakses menggunakan sepeda motor. Salsa dan teman satu kelasnya di SDN Sumberaji 2, setiap hari berjalan kaki ke makam karena tidak diantar oleh orang tua mereka.
“Kami belajar daring di kuburan karena di rumah tidak ada sinyal internet,” kata Salsa kepada wartawan, Senin (10/8/2020).
Sampai di makam Dusun Ngapus, mereka berpencar mencari sinyal internet menggunakan ponsel pintar masing-masing. Ada yang di tengah-tengah area makam, ada juga yang di pinggir pekuburan tersebut. Mereka lantas mengerjakan tugas dari guru yang dibagikan melalui aplikasi percakapan.
“Setiap hari (ke makam) karena tugas sekolah setiap hari. Kadang pagi, kadang sore. Kami tidak takut di kuburan ini,” terang Salsa.
Oleh sebab itu, Salsa merasakan tidak enaknya sekolah secara daring. Jika PJJ terus berjalan karena pandemi COVID-19 tak kunjung selesai, dia berharap pemerintah membantu pemasangan wifi di Dusun Ngapus.
“Sekolah daring ga enak karena cari sinyalnya jauh. Inginnya dipasang wifi,” ujarnya.
Kepala SDN Sumberaji 2, Surati menjelaskan, sekolahnya saat ini hanya mempunyai 16 siswa. Yaitu 4 siswa kelas 1, 2 siswa kelas 2, 4 siswa kelas 5, serta 6 siswa kelas 6. Sedangkan kelas 3 dan 4 tidak ada siswanya sama sekali.
Surati rupanya mengetahui kondisi siswa kelas 5 dan 6 yang harus belajar di makam Dusun Ngapus karena susahnya sinyal internet. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Karena pemasangan wifi di kampung ini juga terkendala.
“Kami mau pasang wifi, petugasnya datang ke sini, tapi petugasnya tidak bisa menjamin bisa terkoneksi 100 persen. Sementara biayanya mahal, dulu itu sebulan Rp 200 ribu. Sehingga tidak jadi pasang wifi,” jelasnya.
Untuk itu, Surati memberi kelonggaran waktu mengerjakan tugas bagi siswa kelas 5 dan 6. “Karena harus cari sinyal dulu ke makam. Tugas hari ini baru besok bisa dikumpulkan,” tambahnya.
Sementara pembelajaran bagi siswa kelas 1 dan 2, kata Surati, dilakukan dengan teknik luring atau di luar jaringan. Artinya, para guru mata pelajaran datang ke rumah siswa untuk memberikan tugas secara langsung. Baru keesokan harinya, orang tua siswa mengumpulkan tugas anak-anaknya ke sekolah.
“Karena anak-anak kelas 1 dan 2 banyak yang tidak bisa mengoperasikan ponsel pintar. Para orang tua mereka juga awam, mohon maaf, karena orang desa,” ungkapnya.
Surati berharap, pandemi COVID-19 segera berakhir. Sehingga semua siswa SDN Sumberaji 2 bisa belajar di sekolah seperti sedia kala.
“Saya dan teman-teman berdoa semoga pandemi ini segera berakhir, biar anak-anak bisa belajar maksimal sesuai yang ada di kurikulum itu,” pungkasnya.