Indonesia, dikenal sebagai salah satu negara penghasil emas terbesar dunia. Berdasarkan data yang diambil dari laman Ditjen Mineral dan Batu Bara (Minerba), total produksi emas Indonesia selama semester pertama tahun ini mencapai 12,9 juta ton.
Selain itu, hasil laporan yang dikeluarkan oleh badan riset industri independen CRU International Ltd (CRU) per tahun 2019, Indonesia berada di urutan ke 4 sebagai negara yang memiliki cadangan emas terbesar, dibawah Australia, Rusia dan Afrika Selatan.
Berikut ini merupakan profil dari beberapa tambang emas terbesar di Indonesia, serta prospeknya di masa mendatang.
1. Tambang Emas Freeport
Tambang Emas Freeport dimiliki oleh PT Freeport Indonesia, yang merupakan perusahaan patungan (Joint Venture) antara Freeport-McMoran dengan PT Industri Asahan Alumunium Persero (Inalum), dan saat ini merupakan tambang penghasil konsentrat emas terbesar di Indonesia. PT Freeport Indonesia sendiri saat ini tidak menghasilkan emas murni, namun hanya memproduksi konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak, yang seluruhnya diekspor ke pasar luar negeri.
Perusahaan telah mulai melakukan operasi sejak tahun 1972, saat ini tambang emas Freeport beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku hingga tahun 2041.
Berdasarkan data per akhir tahun 2020, Freeport memiliki sisa cadangan sebanyak 650 ton emas. Dalam proses pertambangannya, tambang emas Freeport menggunakan sistem pertambangan terbuka (open pit) dan juga bawah tanah (underground). Pada semester pertama tahun 2021, tambang Freeport berhasil memproduksi konsentrat dengan kandungan emas sebanyak 18 ton.
2. Tambang Emas Martabe
Tambang Emas Martabe, yang dimiliki oleh PT Agincourt Resources dan berlokasi di Sumatera Utara, merupakan tambang penghasil emas dengan jumlah cadangan emas sebesar 135 ton per akhir tahun 2020. Martabe sendiri telah mulai beroperasi sejak tahun 2012, dan memiliki luas area konsesi berdasarkan Kontrak Karya per saat ini sekitar 130 ribu hektar.
Cadangan emas Martabe memiliki tingkat endapan sulfidasi tinggi, dengan proses pengolahan menggunakan metode Carbon-in-Leach (CIL), dimana metode ini sedikit lebih mahal daripada metode Heap Leach, namun memiliki tingkat recovery lebih tinggi dalam prosesnya. Dengan tingkat kapasitas pabrik pengolahan yang dimiliki mencapai 6 juta ton bijih per tahun, tambang emas ini mampu memproduksi hingga 10 ton emas per tahunnya, serta memiliki sisa umur tambang (life of mine/LOM) selama 14 tahun.
3. Tambang Emas Toka Tindung
Tambang Emas Toka Tindung dimiliki oleh PT Archi Indonesia Tbk, melalui dua anak usahanya PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya, berlokasi di Sulawesi Utara. Tambang emas ini telah beroperasi sejak 2009, dengan produksi emas pertama pada tahun 2011, dan memiliki cadangan emas sebesar 122 ton per akhir tahun 2020. Toka Tindung memiliki luas konsesi area sebesar 40 ribu hektar.
Berbeda dengan Martabe, cadangan emas di tambang emas Toka Tindung memiliki tingkat endapan sulfidasi rendah. Dari sisi operasional, Toka Tindung juga menggunakan metode CIL pada proses pengolahannya. Per saat ini, tambang emas Toka Tindung memiliki pabrik pengolahan berkapasitas sekitar 4 juta ton bijih per tahun, sehingga mampu memproduksi sekitar 7-8 juta ton emas setiap tahunnya. Pada semester pertama tahun 2021, Toka Tindung berhasil memproduksi hingga 2,6 ton emas, atau setara dengan 20% total produksi Indonesia di periode yang sama.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Archi juga menyampaikan jika tambang emas Toka Tindung berpotensi untuk menemukan tambahan cadangan emas antara 5-13 juta ons (setara dengan 150-400 ton) dalam 5 tahun mendatang, selain juga menargetkan untuk meningkatkan kapasitas pabriknya hingga 8 juta ton bijih pada akhir tahun 2025. Dengan peningkatan tersebut, maka tambang emas Toka Tindung diharapkan dapat mencapai produksi emas sebanyak 14 ton per tahunnya mulai tahun 2026 dan seterusnya, dimana ini akan melampaui produksi emas per tahun dari Martabe.
4. Tambang Emas Tujuh Bukit
Tambang emas Tujuh Bukit berlokasi di Jawa Timur, dan dimiliki oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk, mulai beroperasi pertama kali pada tahun 2016. Area konsesi tambang emas Tujuh Bukit memiliki luas sekitar 12 ribu hektar memiliki cadangan emas bersulfidasi tinggi sebanyak 22 ton per akhir tahun 2020.
Berbeda dengan Martabe dan Toka Tindung, dalam proses operasionalnya, tambang emas Tujuh Bukit menggunakan metode Heap Leach, dimana metode ini memiliki biaya lebih rendah, namun dengan tingkat recovery juga lebih lebih rendah.
Memiliki kapasitas pabrik pengolahan yang cukup tinggi sekitar 8 juta ton bijih per tahun, Tujuh Bukit memproduksi sebanyak 1,7-ton emas pada semester pertama tahun 2021. Cadangan emas Tujuh Bukit diperkirakan akan habis pada pertengahan tahun 2024, dimana Merdeka sepertinya akan mulai beralih fokus ke bisnis pertambangan tembaga (copper) di masa mendatang.
5. Tambang Emas Gosowong
Tambang Emas Gosowong yang dimiliki oleh PT Indotan Halmahera Bangkit dan PT Aneka Tambang, dan dioperasikan oleh PT Nusa Halmahera Minerals. Area konsesi tambang emas Gosowong memiliki luas sekitar 29 ribu hektar dan berlokasi di Kabupaten Halmahera Utara. Gosowong sendiri melakukan penambangan dengan sistem pertambangan bawah tanah (underground), dan per akhir tahun 2020 memiliki cadangan emas sekitar 9 ton.
Kontrak Karya Tambang Emas Gosowong akan selesai pada tahun 2029, namun CRU memprediksi Tambang Emas Gosowong akan berhenti produksi antara tahun 2022 hingga 2023 akibat cadangan bijih emas yang terus menipis.
(tim/sam)