Gresik – Ribuan warga mengepung gedung DPRD Gresik. Mereka menentang aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga PT Gresik Jasa Tama (GJT), yang mulai beroperasi lagi.
Massa yang demo datang dari Kelurahan Kemuteran, Kroman, Lumpur, dan wilayah sekitar Pelabuhan Gresik lainnya. Tidak hanya diikuti pemuda dan bapak-bapak, anak-anak dan ibu pun tumpah-ruah dalam satu tuntutan.
Maklum, sudah bertahun-tahun mereka merasa menderita karena polusi batu bara dan bayang-bayang ancaman kesehatan. Untuk memberikan hiburan, sejumlah seniman warga setempat pun ikut aksi. Mereka menyuguhkan atraksi pencak macan, kesenian khas warga Lumpur.
Tiba di gedung dewan sekitar pukul 13.00 WIB, massa menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Bendera merah-putih yang sangat panjang dibentangkan.
Ada pula spanduk berisi tuntutan. Seperti yang bertuliskan ‘Relokasi Batu Bara Harga Mati!’,’Di Momen Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ini, Kami Juga Ingin Merdeka dari Polusi dan Penyakit Dampak Debu Batu Bara’
Gema selawat nabi pun berkumandang mengantarkan perwakilan warga untuk mengikuti pertemuan di dalam gedung dewan. Tampak dalam pertemuan di ruang paripurna itu para pimpinan dewan, pimpinan komisi, Kapolres AKBP Arief Fitrianto, Dandim 0817/Gresik Letkol (Inf) Taufik Ismail, perwakilan pejabat pemkab dan pihak GJT.
Jalannya pertemuan terbilang singkat lantaran langsung mengarah poin tuntutan massa. Setelah pertemuan selesai, perwakilan warga pun mengumumkan bahwa aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga PT GJT akhirnya tutup lagi. Ribuan warga pun spontan berteriak ‘Alhamdulillah’ dan ‘Allahu Akbar’. Lalu mereka meninggalkan gedung dewan dengan suka cita dan melantunkan selawat nabi dilanjutkan Lagu Indonesia Raya.
“Kami tidak perlu bercerita banyak. Sudah tidak terhitung hal buruk apa saja yang kami rasakan beberapa tahun terakhir sejak aktivitas batu bara ini beroperasi,” ujar Titik Prawati Hesti, perwakilan warga, Selasa (18/8/2020).
Bahkan, lanjut dia, sudah berulang kali pihak perusahaan melanggar kesepakatan yang sudah disepakati bersama DPRD Gresik. Terkahir awal tahun lalu.
Menurut Titik, warga memang tidak berdaya dengan berbagai hal yang mungkin bisa dilakukan pihak perusahaan. “Namun, kami tidak akan pernah tinggal diam. Sebab, masalah ini menyangkut kesehatan dan masa depan anak cucu kami,” ucapnya sambil mengangkat sekantung plastik berisi debu polusi batu bara.
“Ini hasil tadi bagi, silakan dihitung sendiri jumlahnya (polusi, Red) jika terjadi selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPRD Gresik Sholihuddin mendukung penuh aktivitas bongkar muat batu bara tersebut harus berhenti total. Secara legal formal, mungkin pihak perusahaan sanggup mengurus perizinan. Tapi legal formal itu juga harus melihat rasa kemanusiaan dan keadilan masyarakat.
“Bagaimana mudarat dan manfaatnya. Karena itu relokasi sesuai kesepakatan adalah solusi terbaik,” ujarnya.
Terlebih, lanjut dia, pihaknya mencatat pihak GJT sudah berkali-kali melakukan pelanggaran kesepakatan yang dibuat bersama DPRD Gresik. “Ini bisa masuk dalam penghinaan kelembagaan. Apa perlu para anggota dewan turun jalan agar GJT berhenti beroperasi,” tegas anggota dari PKB itu.
Dalam kesempatan itu, sebetulnya perwakilan dari GJT sudah berupaya menyampaikan tentang alasan kembali beroperasinya aktivitas bongkar muat batu bara tersebut. “Tidak perlu panjang lebar karena penjelasan yang disampaikan masih serupa dengan pertemuan lalu. Apalagi hingga kini izin (IMB) saja belum diurus,” kata Ketua DPRD Gresik Fandi Akhmad Yani yang juga memimpin jalannya rapat tersebut.
Kapolres Gresik AKBP Arief Fitrianto berharap, pertemuan bersama itu dapat menghasilkan solusi terbaik bagi masing-masing pihak. Sebab, pihaknya mendapat tugas untuk menjaga dan mengamankan objek vital nasional yang salah satunya adalah operasional batu bara di dermaga GJT tersebut.
“Prioritas kami adalah terciptanya keamanan dan ketertiban. Jangan sampai terjadi gesekan antarmasyarakat,” pungkasnya.
Sumber: detik.com (dikutip sepenuhnya)