Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menggelar sidang dugaan pencabulan oleh pendeta Hanny Layantara kepada jemaatnya. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pun hadir dan ikut mengawal jalannya sidang.
Kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Arist Merdeka Sirait meminta pelaku dihukum seberat-beratnya. Misalnya saja dengan hukuman seumur hidup hingga kebiri kimia.
Arist menyebut hukuman ini layak diberikan pada Hanny karena pencabulan merupakan kejahatan seksual yang luar biasa.
“Saya meminta ke JPU untuk menjerat terdakwa dengan pasal berlapis, yaitu Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak Pasal 82 dan UU nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2016. Dalam UU jelas dijabarkan jeratan hukumannya minimal 10 tahun, 20 tahun bahkan bisa seumur hidup dan karena dilakukan secara berulang-ulang bisa ditambahkan hukuman kebiri secara kimia,” papar Arist di PN Surabaya di Jalan Arjuna, Rabu (27/5/2020).
Tak hanya itu, Arist juga menyebut pelaku yang mengaku sebagai pemuka agama tak patut melakukan hal ini. Selain itu, pelecehan seksual yang dilakukan selama bertahun-tahun juga diduga memakan korban lain.
Bahkan, Arist ingin terdakwa dipasang chip detector untuk melacak setiap keberadaannya.
“Hal ini (korban lain) yang akan kami gali. Terlebih yang mengaku sebagai pemuka agama, ia seharusnya melindungi anak-anak. Saya pun memberikan apresiasi terhadap Polda Jatim yang serius menangani laporan ini,” tambahnya.
Sidang ini digelar secara tertutup di ruang Candra dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum terhadap eksepsi tim penasihat hukum terdakwa. Arist menyebut dirinya berharap persidangan perkara ini digelar secara terbuka untuk umum.