Pekan ini menjadi pengujung dari masa tanggap darurat bencana hidrometeorologi di Kabupaten Mojokerto. Namun, adanya 24 kejadian bencana dalam kurun 2 bulan terakhir, membuat badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) segera mengkaji perpanjangan status yang akan berakhir 31 Maret nanti.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Mojokerto Yo’ie Afrida Soesetyo Djati mengungkapkan, kejadian bencana selama masa tanggap telah dilaporkan ke BPBD Provinsi Jawa Timur. Termasuk bencana longsor, angin kencang, dan banjir yang terjadi pada Sabtu dan Minggu kemarin. ”Secara realtime juga kami sampaikan langsung kepada bupati (Ikfina Fahmawati),” terangnya, kemarin.
Menurutnya, berdasarkan jumlah kejadian dan jenis bencana tersebut akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi masa tanggap darurat bencana di Kabupaten Mojokerto. Di sisi lain, BPBD juga akan berkoordinasi dengan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda untuk mendapatkan kondisi iklim terkini sekaligus prakiraan cuaca ke depan. ”Kalau fenomena ini masih berlanjut, kita akan koordinasi dengan BMKG untuk mendapatkan serapan secara tertulis,” tandasnya.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Mojokerto Nomor 188.45/51/HK/416-012/2023, status tanggap darurat bencana hidrometeorologi berlaku mulai 9 Februari hingga 31 Maret. Selama masa tanggap darurat tersebut, kejadian bencana masih tinggi terjadi di wilayah kabupaten.
Dari informasi yang dihimpun, 24 kejadian bencana terjadi selama masa tanggap darurat. Sebanyak 16 di antaranya terjadi pada bulan Februari meliputi angin kencang 6 kejadian, banjir 5 kejadian, dan longsor 5 kejadian. Sedangkan hingga Maret ini terjadi 8 kejadian bencana.
Antara lain tanah longsor di Desa Selotapak, Kecamatan Trawas : angin kencang di Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan : dan banjir luapan di Desa Modongan, Kecamatan Sooko. ”Dengan kejadian-kejadian itu kita koordinasikan dengan BPBD provinsi kira-kira memungkinkan atau tidak (dilakukan perpanjangan masa tanggap darurat),” papar dia.
Di sisi lain, Yo’ie juga mengaku akan menggelar rapat bersama dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait sebelum menetapkan perpanjangan. Jika dinilai layak, maka perpanjangan status tanggap akan disesuaikan berdasarkan hasil kajian. ”Mungkin 14 hari atau berapa hari sesuai dengan analisis dari BMKG,” imbuhnya.
Dengan ditetapkannya status tanggap darurat bencana akan membantu mempercepat penanggulangan bencana. Karena penanganan kedaruratan akibat bencana hidrometeorologi dapat dibebankan pada APBD. Karena tiap OPD teknis bisa mengajukan anggaran yang bersumber dari belanja tak terduga (BTT) yang dialokasikan Rp 30 miliar di 2023 ini.
Selama masa tanggap darurat, terdapat dua OPD yang mengajukan BTT.
Di antaranya BPBD Kabupaten Mojokerto yang mengusulkan penangananan kedaruratan berupa pengadaan bronjong. Masing-masing ditujukan Desa Selotapak, Desa Begaganlimo, dan Desa Pungging dengan alokasi sekitar Rp 170,8 juta. ”Prosesnya masih direviu inspektorat. Kalau hasilnya sudah turun akan langsung kita teruskan, tapi kalau hasil revieunya tidak layak ya tidak kita teruskan,” urainya.
Usulan BTT juga diajukan Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Mojokerto untuk penanganan kedaruratan sawah terdampak bencana. Setidaknya, disperta mengajukan anggaran kurang lebih Rp 250 juta untuk pengadaan pupuk guna memulihkan kembali lahan pertanian 39 hektare yang puso akibat diterjang banjir. Sedangkan penggantian bibit diajukan melalui pemerintah pusat.
(SMK MA’ARIF NU PRAMBON)
Sumber : radarmojokerto