Ditahan Kejaksaan, Eks Petinggi Kampus di Kota Mojokerto

AKTIF: Ketua 2 STIT Raden Wijaya Kota Mojokerto, Tamyizul Ibad menunjukkan akta kepengurusan kampus usai penetapan tersangka imbas dualisme kepengurusan. (Farisma Romawan/JPRM)

Eks Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya, Kota Mojokerto, Hariris Nur Cahyo resmi ditahan Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, kemarin. Penahanan mantan petinggi kampus swasta ini setelah berkas pemeriksaan kepolisian dinyatakan P21 atau lengkap.

Hariris tak bisa mengelak saat jaksa membeberkan sejumlah bukti terkait dugaan penggelapan yang dilakukannya sejak 2020 itu. Hariris juga tidak bisa menunjukkan bukti perdamaian dengan pengurus STIT kubu Hasan Buro yang telah melaporkan aksinya tersebut. ’’Berkasnya sudah pelimpahan tahap kedua dan dinyatakan P21. Jadi, langsung ditahan,’’ ujar Kasi Pidum Kejari Kota Mojokerto, Ferdi Ferdian Dwirantama.

Saat diperiksa, Hariris sempat membeberkan sejumlah fakta baru terkait polemik dualisme kepengurusan STIT hingga berujung pada dugaan penggelapan dan pemalsuan. Termasuk dugaan penguasaan tiga bidang aset tanah kampus di Jalan Pekayon, Kelurahan/Kecamatan Kranggan. Sehingga pengurus STIT kubu Hasan Buro harus pindah lokasi perkuliahan ke SMA Islam Brawijaya sebelum akhirnya melaporkannya ke polisi.

Hanya saja, data dan fakta tersebut dinilai kejaksaan tidak terlalu kuat untuk menghentikan perkara. ’’Nanti saja pembuktiannya di persidangan karena saat ini berkas sudah lengkap,’’ tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya Tamyizul Ibad menegaskan, aktivitas perkuliahan mahasiswa STIT kubu Hasan Buro kini telah kembali ke kampus asalnya di Jalan Raya Pekayon. Sebanyak 130 mahasiswa sudah aktif belajar di kampus yang sebelumnya berpolemik akibat dualisme kepengurusan.

Yakni antara kubu Hasan Buro yang bernaung di bawah Badan Pelaksana Penyelenggaraan Perguruan Tinggi NU Kota Mojokerto dan kubu Hariris yang membawa label Perkumpulan Pengelola Pendidikan Raden Wijaya Indonesia. ’’Sudah pindah, tapi belum seratus persen,’’ ujarnya.

Hariris sendiri dilaporkan oleh Achmad Wahid Hasjim yang tak lain Ketua Badan Pelaksana Penyelenggaraan Perguruan Tinggi NU Kota Mojokerto. Dalam laporannya, Hariris dituduh menggelapkan dan menguasai aset kampus STIT sejak tahun 2016. Saat itu, mereka bestatus sebagai pengurus perkumpulan yang mereka dirikan sendiri. Kemudian mengklaim sebagai penyelenggara STIT. Padahal penyelenggara yang sah masih ada dengan ketua Hasan Buro yang menggantikan Fatih yang habis masa jabatannya, 30 April 2020 lalu.

Dari laporan itu, penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota menetapkan Hariris sebagai tersangka penggelapan dan pemalsuan akta tanah kampus pada 9 Februari lalu. Yakni atas nama Badrus seluas 967 meter persegi dan Saifudin Anafabi seluas 884 meter persegi. Dalam penetapan tersebut, Hariris disangka dijerat pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat atau 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman hukuman 4 hingga 7 tahun penjara.

(SMK Ma’arif NU Prambon)

Sumber:radarmojokerto

Support by : PT Media Cakrawala FM

Baca juga :