Nestapa Korban Koperasi di Mojokerto, Tabungan Rp 600 Juta Raib

Total dana koperasi para guru Kabupaten Mojokerto di KPRI Budi Arta yang diduga digelapkan mencapai Rp 11,196 miliar. Para guru yang menjadi korban pun buka suara.

Abdillah (63) tak mampu menyembunyikan kesedihan yang ia alami. Tabungan Rp 600 juta miliknya di KPRI Budi Arta tak jelas rimbanya. Padahal uang itu sudah ia tunggu-tunggu untuk biaya hidup sejak pensiun dari guru SD pada 2019. Selain itu, simpanan itu sedianya untuk membiayai kuliah 2 anaknya.

Pensiunan guru asal Desa Windurejo, Kecamatan Kutorejo ini bertahun-tahun menabung di KPRI Budi Arta. Sampai Oktober 2020, total simpanan manasuka Abdillah di koperasi para guru itu mencapai Rp 600 juta.

Setiap bulan ia mengaku menerima bunga simpanan atau uang jasa 1 persen dari nilai simpanannya, yakni Rp 6 juta.

“Uang jasa biasanya ditransfer setiap bulan. Ada dua bulan yang dibayar di kantor koperasi tahun 2021, saya diminta datang. Dua kali itu saya disodori kuitansi tanpa nilai uang. Saya tandatangani karena saya kira kuitansi untuk uang jasa,” kata Abdillah kepada wartawan, Jumat (2/9/2022).

Beberapa bulan kemudian di tahun yang sama, Abdillah menemui WW alias Y, karyawan KPRI Budi Arta yang mengatur uang masuk dan keluar. Karena pensiunan guru SDN Jiyu 2, Kecamatan Kutorejo ini ingin menarik simpanan manasuka miliknya senilai Rp 600 juta.

Bukannya menerima uang, WW justru menyodorinya 2 kuintansi yang menjadi bukti bahwa tabungannya sudah dibayar pihak koperasi senilai Rp 750 juta. Padahal, tabungannya senilai Rp 600 juta.

Abdillah menduga 2 kuitansi tanpa nilai uang yang pernah ia tandatangani beberapa bulan sebelumnya adalah jebakan dari WW. Ia menduga WW menggunakan kuitansi itu untuk membuat bukti palsu pembayaran simpanan manasuka kepada dirinya.

Ia pun menjelaskan bahwa WW merupakan putri kandung Ketua KPRI BudiArta MK yang saat itu masih menjabat. Bapak dan anak ini berstatus terlapor dalam kasus ini.

“Kata Bu WW simpanan manasuka saya sudah dilunasi, dia tunjukkan kuitansi. Ternyata kuitansi kosong yang saya tandatangani dipakai untuk itu. Karena saya tidak pernah diberi kuitansi pelunasan. Padahal tabungan itu mau saya pakai membiayai kuliah dua anak saya juga membuatkan rumah anak saya,” terangnya.

KPRI Budi Arta di Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko beranggotakan sekitar 976 guru TK, SD, SMP, pensiunan guru, serta guru SMA dan SMK di Kabupaten Mojokerto. Semua anggota koperasi ini berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Kemelut di KPRI Budi Arta mencapai puncaknya pada 26 Juni 2022. Ketika itu, rapat anggota luar biasa digelar untuk melengserkan ketua koperasi berinisial MK. Sehingga pengurus baru dibentuk dan disahkan 2 Agustus lalu. Ustadzi Rois dipercaya menggantikan posisi MK. Sedangkan putri kandung MK, WW tetap menjadi karyawan koperasi bagian kasir.

Pengurus baru KPRI Budi Arta menempuh jalur hukum. Mereka melaporkan WW dan MK ke Polres Mojokerto terkait dugaan penggelapan dana koperasi yang mencapai Rp 11,196 miliar pada 27 Juli 2022. Sampai saat ini, kasus tersebut masih tahap penyelidikan.

Sementara WW beberapa waktu lalu membantah semua tuduhan para pelapor. Ia mengaku siap mengikuti proses hukum dan meminta keuangan KPRI Budi Arta segera diaudit. Jika tidak terbukti bersalah, janda anak dua asal Desa Puloniti, Kecamatan Bangsal ini bakal melaporkan balik para pengurus baru atas dugaan pencemaran nama baik dirinya dan ayahnya(tim/Sam)

Support by : PT Media Cakrawala FM

Baca juga :