Pengasuh Ponpes di Mojokerto, AM (52), dilaporkan ke polisi. Ia diduga mencabuli dan memerkosa santriwati.
“Korban adalah santriwati dari saudara AM,” kata Pengacara Korban, M Dhoufi kepada wartawan di Mapolres Mojokerto, Jalan Gajah Mada, Kecamatan Mojosari, Selasa (18/10/2021).
Ia menjelaskan, korban mengaku dicabuli dan diperkosa sejak tahun 2018 di Ponpes. Tepatnya di salah satu kamar asrama putri yang tidak ditempati.
“Diawali pencabulan tiga kali, terakhir ada hubungan itu satu kali. Jadi, korban diperkosa satu kali,” terang Dhoufi.
Santriwati tersebut, lanjut Dhoufi, akhirnya merasa jengah. Korban pun memilih mengadu kepada orang tuanya. Tak terima putrinya diduga dicabuli dan diperkosa, orang tua korban melaporkan pelaku ke Polres Mojokerto pada Jumat (15/10).
Baca juga:
Kata Warga Tentang Pengasuh Ponpes yang Diduga Cabuli-Perkosa Santriwati
“Polisi sudah menangani dengan cepat. Pihak penyidik sudah melakukan visum. (Bagaimana hasil visumnya?) Ada kejadian seperti itu, ada hal-hal yang mengarah pada pemerkosaan dan pencabulan,” ungkapnya.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo membenarkan adanya laporan kasus tersebut. Laporan dari pihak korban diterima pada Jumat (15/10).
“Benar, hari Jumat lalu kami menerima laporan kasus pemerkosaan dan pencabulan yang terjadi terhadap seorang anak gadis usia 14 tahun. Dalam laporannya, korban mengaku telah dicabuli dan diperkosa oleh pengasuh sebuah pondok di Mojokerto,” jelasnya.
Penanganan terhadap kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan tersebut, tambah Andaru, saat ini pada tahap penyidikan. Menurutnya, penyidik telah memeriksa para saksi dan mendapatkan hasil visum korban. Selain itu, AM juga telah diperiksa sebagai terlapor pada Senin (18/10).
“Kami serius menangani kasus ini. Hari Jumat dilaporkan langsung kami bergerak memeriksa saksi-saksi, kami tidak mau berlama-lama. Ini komitmen kami dalam melindungi anak-anak,” terangnya.
Pengacara terlapor, Matyatim berpendapat kliennya tidak melakukan pencabulan dan pemerkosaan tersebut. Menurut Matyatim, Ponpes itu terdiri dari pondok putra dan pondok putri. Pondok putra di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo dikelola AM. Sedangkan pondok putri di Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo dikelola dua putri dan menantu AM.
Matyatim menambahkan, kliennya hanya sesekali saja mengecek kegiatan belajar mengajar ke pondok putri. “Abah AM kan pengelola pondok putra, itu jauh sekali hampir 1 km. Tidak logislah, kalau memang terjadi pemerkosaan ketemunya di mana, pada saat kapan. Yang mengajar kan bukan Abah, yang mengajar putri-putri dan menantunya. Abah tinggal di pondok Sampang. TKP yang dituduhkan di pondok putri di Desa Simbahringin,” kata Matyatim kepada detikcom.
Kondisi pondok putri, lanjut Matyatim, selama ini belum ditutup menggunakan pagar keliling. Sehingga belum ada sekat antara lingkungan pesantren dengan masyarakat di sekitarnya. Kondisi tersebut membuat pengurus pondok kesulitan mengontrol para santriwatinya.
“Pondok putri tidak ada batas sehingga tidak bisa dilokalisir antara pondok dengan kampung. Bisa dimungkinkan pelakunya orang lain,” terangnya.
Disinggung terkait pengakuan korban yang dicabuli dan diperkosa AM, menurut Matyatim karena ada faktor lain. “Itu dilatarbelakangi anak yang tidak kerasan di pondok. Cuma sama orang tuanya kan ditekan tidak boleh pulang. Di situ kalau berkaitan dengan pulang kan tidak sembarangan. Sehingga dimungkinkan bagi yang tidak kerasan itu membuat cerita seperti itu,” terangnya.
Warga sekitar pondok berinisial TW (21) mengatakan, Ponpes ditutup sejak Jumat (15/10). Menurut dia, pengasuh Ponpes bersama keluarganya meninggalkan pondok sejak Jumat malam sekitar pukul 20.00 WIB. Semua santri juga sudah dipulangkan.(tim/Sam)