Ritual Larung Sesaji Sambut 1 Suro di Telaga Ngebel Ponorogo Digelar Tertutup

Rangkaian Ritual Larung Sesaji 1 Suro di Telaga Ngebel Ponorogo/Foto: Sofyan Arif Candra Sakti


Ponorogo – Ritual Larung Sesaji untuk menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1442 H di Telaga Ngebel, Ponorogo, nampak berbeda jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tahun ini, ritual yang diselenggarakan setiap 1 Suro tersebut nampak lebih sakral, lantaran hanya diikuti oleh warga sekitar Telaga Ngebel dan tidak terbuka untuk umum. Ini dilakukan untuk mencegah adanya kerumunan demi menegakkan protokol kesehatan menekan angka penularan Covid-19.

Tokoh Masyarakat Kecamatan Ngebel, Hartono Dwijo secara rinci menjelaskan rangkaian acara yang dimulai dari Rabu (19/8/2020) pagi, yaitu jamasan kambing kendit.

“Kambingnya warna hitam, kendit (lingkar perut) putih dan disembelih di pintu air Telaga Ngebel,” kata Hartono, Rabu (19/8/2020) malam.

Lalu, siang harinya masyarakat bergotong royong untuk menyiapkan tumpeng yang akan dilarung pada malam hari.

“Termasuk menyiapkan ubo rampe yang lain mulai dari golong lima sampai golong 12,” lanjutnya.

Setelah itu pada malam harinya, mulai pukul 20.00 WIB diselenggarakan Wilujengan yang diikuti oleh pinisepuh paguyuban Purwo Ayu Mardi Utomo yang secara bersamaan juga dilakukan istigasah di masjid sekitar Telaga Ngebel.

“Kami lanjutkan dengan keliling telaga untuk menanam kepala, kulit dan kaki kambing di lima lokasi,” ucapnya.

Sekitar pukul 23.00 WIB, upacara adat dilanjutkan dengan melarungkan tumpeng beras merah ke tengah telaga. Tumpeng tersebut diletakan di atas batang pohon pisang, lalu dibawa ke tengah telaga oleh salah satu orang dengan cara berenang.

“Ini adalah bentuk wujud syukur juga kepada Allah SWT atas hasil bumi yang ada di wilayah Ngebel. Kami juga berdoa, supaya Ngebel aman dan tidak ada musibah,” lanjut Hartono.

Lebih lanjut, Hartono menjelaskan untuk acara seremonial pada Kamis (20/8/2020), mulai dari larung tumpeng raksasa dan perebutan buceng purak ditiadakan untuk mengantisipasi adanya kerumunan.

“Kalau pada tahun lalu yang ditonjolkan adalah pariwisata, tapi pada tahun ini kami lebih pada budaya,” ucap Hartono.

“Memang kami mengharapkan ini menjadi wisata di Kabupaten Ponorogo, sehingga bisa menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) tapi kondisinya sedang pandemi Covid-19, kami tidak bisa bicara PAD,” pungkasnya.

Sumber: tribunnews.com (dikutip sepenuhnya)

INI 8 FAKTA, Wanita di Mojokerto Nekat Buang Bayinya Hingga Ditangkap Polisi

Baca juga :