Harga Anjlok, Petani Cabai di Situbondo Gigit Jari

Petani cabai di Situbondo/sumber: news.detik.com


Masa pandemi virus Corona benar-benar membuat para petani cabai di Situbondo merana. Betapa tidak, sejak adanya wabah COVID-19 harga cabai jadi anjlok. Hingga saat ini harga cabai berada pada kisaran Rp 5.000 hingga Rp 6.000/kg.

Turunnya harga tersebut, salah satunya karena sulitnya pengiriman cabai ke pasaran luar daerah. Khususnya perusahaan yang menjadi tengkulak cabai skala besar. Padahal, selama ini melonjaknya harga cabai tak lepas dari tingginya permintaan luar daerah.

“Apalagi beberapa wilayah sekarang sudah menerapkan PSBB, seperti Surabaya dan Sidoarjo. Harga cabai makin tidak karuan, karena sudah tidak bisa ngirim lagi,” kata seorang petani cabai Situbondo, Syamsurianto, Minggu (3/5/2020).

Harga cabai saat ini berkisar Rp 5 – 6 ribu/kg, membuat para petani cabai di Situbondo harus gigit jari. Sebab, dengan harga demikian dianggap hanya sepadan dengan ongkos panen, yakni Rp 5 ribu/kg. Bukan saja tidak bisa memberi penghasilan, sebagian petani malah rugi karena tingginya biaya tanam dan perawatan yang sudah dikeluarkan.

“Ada petani yang rugi, ada juga yang tidak. Karena masa panen cabai ini kan bisa 6 bulan. Kalau yang baru panen jelas rugi. Tapi bagi masa panennya sudah 4 sampai 5 bulan mungkin tidak,” timpal Junaidi, petani cabai lainnya.

Akibat anjloknya harga cabai, saat ini banyak petani cabai di Situbondo yang membiarkan begitu saja tanamannya di sawah. Sebagian bahkan memberikan secara gratis kepada warga yang butuh, asal mereka bersedia memanen sendiri di sawah.

“Yang mau ngambil sendiri di sawah, silahkan diambil. Karena sebentar lagi tanaman cabai akan saya ganti ke jagung. Timbang dipanen tapi tidak ada hasil, mending dibagi-bagikan,” sambung Junaidi.

Namun demikian, masih ada juga petani yang berharap dapat penghasilan di tengah anjloknya harga. Caranya, mereka akan membagi dua hasil panen cabai di sawah, dengan para buruh tani yang bertugas memanen. Meski tak bisa berharap keuntungan, setidaknya petani tetap ada penghasilan.

“Misalnya hasil panen buruh sampai 20 Kg sehari, maka dibagi 2. Sebanyak 10 Kg milik buruh dan 10 Kg lagi milik yang punya lahan. Dari pada tidak hasil sama sekali, kan bisa makin rugi,” papar Syamsurianto.

Sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5000431/harga-anjlok-terdampak-corona-petani-cabai-di-situbondo-merana

INI 8 FAKTA, Wanita di Mojokerto Nekat Buang Bayinya Hingga Ditangkap Polisi

Baca juga :